Opini & Editorial 09 Jun 2025, 20:08

Opini: Pendidikan Karakter di Era Digital - Urgensi dan Implementasi

Jakarta, Indonesia - Polemik "cawe-cawe" Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terus bergulir. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan, secara t...

Jakarta, Indonesia - Polemik "cawe-cawe" Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 terus bergulir. Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan, secara terbuka meminta Jokowi untuk tidak terlibat atau "cawe-cawe" dalam urusan politik terkait Pilpres 2024. Pernyataan ini disampaikan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta pada Rabu (7/6), menyoroti kekhawatiran akan konotasi negatif dari tindakan tersebut.

Syarief Hasan menegaskan bahwa sebagai seorang presiden, Jokowi seharusnya berdiri di atas semua calon presiden yang akan berkontestasi. "Partai Demokrat melihat bahwa cawe-cawe itu konotasinya negatif. Jadi, sebaiknya sebagai Presiden RI, Presiden kita, Presiden dari rakyat Indonesia yang begitu banyak jumlahnya, sebaiknya betul-betul tidak cawe-cawe lah dalam hal ini, karena cawe-cawe sudah banyak diartikan juga negatif," ujarnya.

Ia menambahkan, Jokowi seharusnya mendukung semua bakal calon presiden karena posisinya sebagai Presiden Republik Indonesia. "Sekali lagi, presiden itu harus berada di atas semua calon presiden yang tiga calon presiden yang akan datang. Dia harus berdiri di atas semua itu. Artinya apa? Dia harus mendukung ketiga-tiganya. Karena dia kan sebagai Presiden RI. Saya pikir itu," katanya.

Sebelumnya, Jokowi mengakui keterlibatannya dalam urusan politik demi memastikan keberlanjutan pembangunan. Jokowi berpendapat bahwa tindakan "cawe-cawe" ini adalah kewajiban moralnya sebagai presiden dalam masa transisi kepemimpinan nasional. "Cawe-cawe sudah saya sampaikan bahwa saya cawe-cawe itu menjadi kewajiban moral, menjadi tanggung jawab moral saya sebagai presiden dalam masa transisi kepemimpinan nasional," ujar Jokowi di Sekolah Partai PDIP, Jakarta, Selasa (6/6).

Menanggapi hal ini, anggota Constitutional and Administrative Law Society (CALS), Herdiansyah Hamzah 'Castro', menjelaskan bahwa meskipun tidak ada ketentuan eksplisit dalam konstitusi yang mengatur tentang "cawe-cawe" presiden dalam urusan politik, seorang presiden seharusnya memahami etika pemerintahan. Etika ini mengharuskan presiden untuk selalu bersikap adil dan proporsional.

Castro juga menekankan bahwa "cawe-cawe" Jokowi dalam pilpres berpotensi menimbulkan mobilisasi sumber daya negara untuk mendukung calon tertentu. Hal ini dapat menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilihan dan merusak netralitas pemerintah.

Perdebatan mengenai "cawe-cawe" ini menyoroti kompleksitas peran seorang presiden dalam sistem demokrasi. Di satu sisi, presiden memiliki tanggung jawab untuk memastikan stabilitas dan keberlanjutan pembangunan. Namun, di sisi lain, presiden juga harus menjaga netralitas dan menghindari penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menguntungkan pihak tertentu dalam kontestasi politik.

Opini publik terhadap "cawe-cawe" Jokowi pun beragam. Ada yang mendukung tindakan tersebut sebagai bentuk tanggung jawab moral, namun ada pula yang mengkritiknya sebagai bentuk intervensi yang tidak seharusnya dilakukan oleh seorang kepala negara.

Dengan semakin dekatnya Pilpres 2024, isu "cawe-cawe" ini diperkirakan akan terus menjadi sorotan. Masyarakat dan para pemangku kepentingan akan terus mengawasi dan memberikan penilaian terhadap tindakan-tindakan presiden dalam kaitannya dengan proses pemilihan. Penting bagi semua pihak untuk menjaga agar proses demokrasi berjalan dengan adil, transparan, dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

Sebagai penutup, polemik "cawe-cawe" ini menjadi pengingat penting tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara tanggung jawab presiden dalam menjaga stabilitas negara dan kewajibannya untuk tetap netral dalam kontestasi politik. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk memastikan bahwa tindakan-tindakan presiden tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Sumber: cnnindonesia.com